Pratama Firmansyah Maulana
Manajemen logistik obat merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk memastikan ketersediaan obat yang tepat jenis dan jumlahnya. Proses ini melibatkan beberapa tahap, yaitu perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pemusnahan. Puskesmas Kecamatan Ciputat Timur menerapkan Supply Chain Management (SCM) untuk mengelola rantai pasok obat secara efektif dan efisien. Metode yang digunakan mencakup perencanaan berbasis konsumsi dan epidemiologi, sistem penyimpanan FIFO dan FEFO, serta pendistribusian berdasarkan resep dokter. Dengan pendekatan ini, Puskesmas mampu mengoptimalkan ketersediaan obat dan meminimalkan risiko kekurangan atau kelebihan stok.
Ketersediaan obat yang tepat di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas sangat penting untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, ketidaksesuaian antara jumlah obat yang diminta dan yang diterima sering menjadi kendala. Hal ini dapat berdampak pada kualitas pelayanan dan kesehatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan penerapan sistem SCM yang terintegrasi, mulai dari perencanaan hingga distribusi, untuk memastikan rantai pasok obat berjalan dengan lancar. Studi ini menganalisis implementasi SCM di Puskesmas Kecamatan Ciputat Timur untuk memahami proses pengelolaan logistik obat dan menemukan cara untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitasnya. Berikut hasil rangkuman dari paper yang saya buat menjadi portofolio.
Penerapan Supply Chain Management (SCM) dalam dunia kesehatan, khususnya pada pengelolaan logistik obat, sangat penting untuk memastikan ketersediaan obat yang tepat jenis, jumlah, dan waktu, guna mendukung pelayanan kesehatan yang optimal. Berdasarkan studi di Puskesmas Kecamatan Ciputat Timur, SCM memungkinkan integrasi yang efektif dari perencanaan berbasis data konsumsi dan epidemiologi, sistem penyimpanan yang terstruktur dengan metode FIFO dan FEFO, hingga distribusi obat berdasarkan kebutuhan aktual pasien. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional dan efektivitas pelayanan, tetapi juga meminimalkan risiko kekurangan atau kelebihan obat yang dapat menghambat kualitas pelayanan kesehatan. SCM yang baik menciptakan sistem logistik yang responsif, adaptif, dan berkelanjutan, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.